Seputarian -Institute for Essential Services Reform (IESR) melalui Koalisi Transisi Energi di Asia Tenggara (Southeast Asia Energy Transition Coalition/SETC) memberikan dorongan kepada Malaysia agar memanfaatkan kepemimpinannya di ASEAN 2025 dalam menjalankan agenda transformasi energi. Langkah ini dianggap sebagai kontribusi strategis kawasan dalam menghadapi krisis iklim yang semakin mengkhawatirkan.
Sejumlah langkah yang bisa diambil oleh Malaysia dalam upaya ini antara lain memperkuat komitmen regional, meningkatkan kolaborasi antarnegara, mengembangkan kebijakan yang berpihak pada energi hijau, serta mendorong investasi besar-besaran dalam sektor energi terbarukan. Selain itu, pembangunan ekosistem industri energi bersih juga perlu diperhatikan guna menciptakan sistem yang lebih berkelanjutan.
Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa, menyatakan bahwa meskipun Asia Tenggara mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat, kawasan ini masih tertinggal dalam hal transisi energi terbarukan. Keterlambatan tersebut dinilai dapat meningkatkan emisi karbon, memperlemah ketahanan energi, serta menimbulkan dampak ekonomi yang kurang menguntungkan. Ia juga menyoroti bahwa pencapaian target dalam Persetujuan Paris, yang bertujuan menjaga kenaikan suhu bumi di bawah 1,5 derajat Celcius, bisa terhambat jika tidak ada perubahan signifikan dalam kebijakan energi regional.
Menurut data yang ia paparkan, hingga saat ini energi terbarukan hanya menyumbang sekitar 15,6 persen dari total pasokan energi primer ASEAN. Angka tersebut masih jauh dari target yang telah ditetapkan, yaitu mencapai 23 persen pada tahun 2025. Padahal, potensi energi terbarukan di kawasan ini mencapai lebih dari 17 terawatt, tetapi investasi dalam sektor ini masih tergolong minim. ASEAN hanya menerima sekitar 2 persen dari total investasi global dalam energi terbarukan, meskipun kawasan ini menyumbang 6 persen dari produk domestik bruto (PDB) dunia dan 5 persen dari total permintaan energi global.
Ketergantungan terhadap bahan bakar fosil di kawasan ASEAN masih sangat tinggi. Tanpa adanya intervensi besar, diperkirakan hingga 75 persen kebutuhan energi ASEAN di masa mendatang masih akan dipenuhi oleh bahan bakar fosil. Kondisi ini berpotensi meningkatkan emisi karbon secara signifikan serta memperlemah ketahanan ekonomi kawasan. Pada tahun 2023, negara-negara di ASEAN tercatat menghabiskan lebih dari 130 miliar dolar AS untuk mengimpor minyak, jumlah yang hampir empat kali lipat lebih besar dibandingkan investasi dalam energi berkelanjutan.
Selain itu, subsidi bahan bakar fosil yang mencapai lebih dari 105 miliar dolar AS pada tahun 2022 semakin membebani perekonomian kawasan. Tanpa perubahan kebijakan, ASEAN diperkirakan akan menjadi importir bersih gas alam pada tahun 2027, yang bisa meningkatkan beban impor bahan bakar fosil hingga lebih dari 140 miliar dolar AS pada 2030. Kondisi ini tentu saja dapat memberikan tekanan besar terhadap anggaran nasional serta meningkatkan risiko ketidakstabilan geopolitik.
Menanggapi berbagai tantangan tersebut, IESR mengusulkan agenda transformasi energi ASEAN yang berfokus pada empat pilar utama.
Pertama, percepatan pengembangan serta integrasi energi bersih. Salah satu caranya adalah membentuk ASEAN Just Energy Transition Partnership (ASEAN-JETP), yang ditargetkan dapat membuka pendanaan sebesar 130 miliar dolar AS per tahun hingga 2030.
Kedua, menjadikan ASEAN sebagai pusat manufaktur dan perdagangan energi bersih. Hal ini bisa diwujudkan melalui peluncuran ASEAN Clean Energy Industrial Strategy, yang diharapkan mampu menarik investasi lebih dari 100 miliar dolar AS dalam sektor sel surya, kendaraan listrik, baterai, turbin angin, dan hidrogen hijau.
Ketiga, memperkuat investasi hijau dan mekanisme pembiayaan berkelanjutan. Salah satu caranya adalah memperluas taksonomi hijau ASEAN serta membangun kerangka keuangan yang lebih mendukung sektor energi bersih agar investor global semakin tertarik berinvestasi di kawasan ini.
Keempat, meningkatkan koordinasi kebijakan serta pengembangan tenaga kerja. Dalam hal ini, pendirian ASEAN Clean Energy Workforce Initiative dapat membantu menciptakan lebih dari tiga juta lapangan kerja di sektor manufaktur, teknik, dan inovasi digital. Selain itu, pembentukan ASEAN Clean Energy Research and Development Center diharapkan mampu mendorong riset dan inovasi dalam teknologi energi bersih.
Dalam kesempatan yang sama, Deputi Direktur Solar Energy Research Institute (SERI) Universiti Kebangsaan Malaysia, Dr. Norasikin Ahmad Ludin, menyatakan bahwa ASEAN saat ini berada di persimpangan kritis. Di satu sisi, permintaan energi terus meningkat, sementara di sisi lain, kawasan ini harus segera melakukan mitigasi terhadap perubahan iklim. Ia juga menilai bahwa Malaysia memiliki peluang strategis untuk memimpin proses transisi energi di kawasan ASEAN. Oleh karena itu, ia berharap selama masa kepemimpinan ASEAN 2025, Malaysia dapat fokus pada ekspansi energi terbarukan, penguatan kebijakan, serta peningkatan kerja sama regional dalam sektor energi.
Sementara itu, Direktur Institute of Energy Policy and Research (IEPRe), Dr. Nora Yusma Binti Mohamed Yusoff, menegaskan bahwa transisi energi tidak hanya berkaitan dengan ketersediaan dan keterjangkauan energi, tetapi juga harus didukung oleh transformasi teknologi. Menurutnya, ASEAN perlu berupaya mengurangi ketergantungan pada teknologi luar negeri serta lebih fokus pada pengembangan teknologi yang dibuat secara mandiri di kawasan ini.
Ia juga menekankan pentingnya kolaborasi dalam membentuk perdagangan kolektif guna memanfaatkan skala ekonomi secara lebih optimal. Selain itu, investasi langsung asing (FDI) hijau juga harus menjadi perhatian utama, mengingat penelitian terbaru menunjukkan bahwa FDI merupakan salah satu faktor penyumbang utama emisi karbon di ASEAN. Oleh sebab itu, kebijakan perdagangan hijau perlu dikembangkan untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan sekaligus memastikan pertumbuhan ekonomi kawasan tetap berkelanjutan.
Dengan adanya berbagai strategi ini, diharapkan Malaysia dapat menjadi pemimpin yang mendorong transformasi energi di ASEAN demi masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan.
Leave a Reply