Seputarian -Kementerian Kehutanan (Kemenhut) Republik Indonesia melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) telah mencabut 18 izin Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) yang tersebar di berbagai wilayah, termasuk Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Luas keseluruhan lahan yang terdampak pencabutan tersebut mencapai 526.144 hektare.
Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari Kemenhut, Dida Mighfar Ridha, dalam konferensi pers di Kantor Kemenhut Jakarta mengungkapkan bahwa setelah pencabutan izin, kawasan tersebut akan dikembalikan menjadi hutan negara. Selain itu, kajian lebih lanjut akan dilakukan untuk mengevaluasi kondisi tutupan lahan, potensi hasil hutan serta jasa lingkungan, topografi wilayah, keberadaan masyarakat sekitar, dan tingkat aksesibilitas terhadap area tersebut.
Dengan dicabutnya PBPH, pemegang izin diminta untuk menghentikan seluruh aktivitas yang dilakukan di dalam areal kerja mereka. Selain itu, barang tidak bergerak yang terdapat di lokasi akan menjadi milik negara, kecuali tanaman hasil budidaya. Pemegang izin juga diwajibkan untuk menyelesaikan segala kewajiban finansial yang belum terpenuhi serta memenuhi persyaratan lain yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Dalam regulasi yang tertuang pada Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan, hak serta kewajiban PBPH telah ditetapkan dengan jelas. Beberapa kewajiban yang harus dipenuhi oleh pemegang izin mencakup penyusunan rencana kerja usaha untuk 10 tahun ke depan, pembuatan rencana kerja tahunan, serta pelaksanaan kegiatan di lapangan paling lambat satu tahun setelah izin diterbitkan. Selain itu, pemetaan dan penataan areal kerja juga menjadi bagian dari kewajiban pemegang PBPH guna memastikan aktivitas pemanfaatan hutan berjalan sesuai aturan yang berlaku.
Dalam kesempatan yang sama, Dida menyampaikan bahwa apabila pemegang PBPH tidak memenuhi kewajiban yang telah ditentukan, Menteri Kehutanan memiliki kewenangan untuk menjatuhkan sanksi administratif. Pencabutan izin yang dilakukan saat ini merupakan bentuk sanksi administratif yang diberikan kepada pemegang izin yang tidak taat terhadap regulasi kehutanan maupun ketentuan lain yang berlaku dalam perizinan usaha berbasis kehutanan.
Selain pencabutan izin, terdapat beberapa sanksi lain yang dapat diterapkan kepada PBPH yang melanggar ketentuan, seperti teguran tertulis, denda administratif, hingga pembekuan izin usaha. Penerapan sanksi ini mengacu pada aturan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 8 Tahun 2021 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan di Hutan Lindung dan Hutan Produksi.
Pencabutan izin PBPH ini menunjukkan bahwa pemerintah berkomitmen dalam menjaga kelestarian hutan serta menegakkan regulasi yang telah ditetapkan. Langkah ini diharapkan dapat menjadi peringatan bagi pemegang izin lainnya agar lebih bertanggung jawab dalam mengelola hutan dan memenuhi seluruh kewajiban yang telah ditentukan.
Leave a Reply