Seputarian – Setelah mengalami konflik berkepanjangan selama 16 bulan sejak Oktober 2023, Jalur Gaza akhirnya memulai kembali tahun ajaran baru pada Januari 2025. Gencatan senjata sementara yang diberlakukan memungkinkan kegiatan pendidikan kembali berjalan, meskipun dalam kondisi yang jauh dari ideal. Otoritas pendidikan setempat menyatakan bahwa sekolah-sekolah mulai menerima siswa kembali di gedung-gedung yang masih utuh, yang telah direnovasi, atau di lokasi alternatif yang disiapkan sebagai pusat pembelajaran.
Kementerian Pendidikan di Gaza menjelaskan bahwa selain pembelajaran tatap muka, opsi kelas daring juga disiapkan bagi siswa yang belum dapat kembali ke sekolah secara langsung. Langkah ini diambil untuk memastikan bahwa setiap siswa tetap mendapatkan akses pendidikan meskipun infrastruktur masih dalam kondisi yang rusak berat.
Namun, situasi pendidikan di Gaza saat ini masih menghadapi tantangan besar. Kementerian menegaskan bahwa tahun ajaran baru berlangsung di tengah kehancuran yang meluas serta keterbatasan sumber daya yang sangat signifikan. Oleh karena itu, tekanan kepada Israel agar mengizinkan masuknya bantuan kemanusiaan untuk mendukung sektor pendidikan menjadi prioritas utama.
Berdasarkan data dari otoritas Palestina, sekitar 85 persen sekolah di Gaza mengalami kerusakan parah akibat serangan udara yang dilakukan oleh Israel. Bahkan, menurut laporan kantor humas pemerintah Gaza, lebih dari 12.800 siswa serta 800 guru dan staf pendidikan menjadi korban tewas sejak agresi dimulai pada Oktober 2023 hingga gencatan senjata pada Januari 2025.
Selain korban jiwa, fasilitas pendidikan juga mengalami dampak yang luar biasa besar. Setidaknya 1.166 sekolah dan institusi pendidikan hancur akibat serangan tersebut, mengakibatkan kerugian di sektor pendidikan yang diperkirakan mencapai 2 miliar dolar AS.
Gencatan senjata yang diberlakukan sejak 19 Januari 2025 telah menghentikan sementara serangan yang telah merenggut lebih dari 48.300 nyawa, di mana mayoritas korban adalah perempuan dan anak-anak. Kerusakan infrastruktur di Gaza juga sangat luas, meninggalkan banyak penduduk dalam kondisi kritis tanpa akses ke layanan dasar, termasuk pendidikan.
Dampak dari agresi ini telah menarik perhatian dunia internasional. Pada November 2024, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, serta mantan pejabat pertahanan Yoav Gallant. Keduanya didakwa atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Jalur Gaza.
Selain itu, Israel juga sedang menghadapi gugatan di Mahkamah Internasional (ICJ) terkait agresi yang dilakukan terhadap Gaza. Gugatan ini menyoroti dampak buruk dari serangan yang menyebabkan ribuan korban jiwa dan kehancuran luas, termasuk dalam sektor pendidikan yang kini berusaha untuk bangkit kembali.
Meskipun kondisi masih jauh dari normal, otoritas Gaza terus berupaya menghidupkan kembali sistem pendidikan yang telah luluh lantak akibat perang. Harapan masih ada, meskipun jalan menuju pemulihan masih panjang.
Leave a Reply