Seputarian – Pemerintah Indonesia semakin serius dalam mengembangkan proyek hilirisasi Dimethyl Ether (DME) sebagai bagian dari upaya mengurangi ketergantungan terhadap impor Liquefied Petroleum Gas (LPG). Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menyatakan bahwa proyek ini kini tidak lagi bergantung pada investasi asing. Keputusan ini sejalan dengan kebijakan yang telah ditetapkan Presiden Prabowo Subianto, di mana pendanaan akan sepenuhnya mengandalkan sumber daya dalam negeri, baik dari anggaran negara maupun pihak swasta nasional.
Dalam pertemuan di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Bahlil mengungkapkan bahwa proyek DME yang sebelumnya sempat mengalami kendala akibat mundurnya beberapa investor asing, kini akan tetap berjalan dengan dukungan penuh dari dalam negeri. Ia menjelaskan bahwa yang dibutuhkan dari pihak luar bukan lagi modal, melainkan teknologi yang dapat mendukung pengembangan proyek ini. Dengan demikian, pemerintah menegaskan bahwa hilirisasi DME akan dilakukan secara mandiri tanpa intervensi asing dalam aspek pendanaan.
DME sendiri merupakan bahan bakar alternatif yang berbasis batu bara kalori rendah. Proyek ini diharapkan menjadi solusi untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor LPG yang selama ini membebani neraca perdagangan Indonesia. Melalui hilirisasi ini, bahan bakar berbasis batu bara dapat dikembangkan menjadi produk yang lebih bernilai tambah dan ramah lingkungan, sekaligus memperkuat ketahanan energi nasional.
Sebelumnya, proyek DME sempat melibatkan beberapa investor asing, seperti Air Products dari Amerika Serikat dan investor dari China. Namun, kedua pihak tersebut akhirnya menarik diri dari kerja sama. Keputusan mundurnya investor asing sempat menimbulkan ketidakpastian terkait kelangsungan proyek ini. Akan tetapi, pemerintah memastikan bahwa proyek tetap berlanjut dengan sumber daya dalam negeri.
Dalam pengembangannya, proyek DME akan dibangun di beberapa wilayah strategis, seperti Sumatera Selatan, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan. Wilayah-wilayah tersebut dipilih karena memiliki cadangan batu bara kalori rendah yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku utama dalam proses produksi DME. Dengan adanya pabrik di lokasi-lokasi tersebut, diharapkan produksi DME dapat berjalan lebih efisien dan mendukung pemerataan pembangunan industri energi di berbagai daerah.
Lebih dari sekadar hilirisasi energi, proyek ini merupakan bagian dari strategi besar pemerintah dalam mengembangkan 26 sektor komoditas yang mencakup berbagai bidang, mulai dari mineral, minyak dan gas, hingga sektor pertanian dan kehutanan. Pemerintah ingin memastikan bahwa hilirisasi yang dilakukan tidak hanya memberikan manfaat bagi industri, tetapi juga mampu menciptakan dampak ekonomi yang luas bagi masyarakat.
Bahlil menekankan bahwa proyek ini tidak hanya berfokus pada peningkatan ketahanan energi nasional, tetapi juga bertujuan untuk membuka lebih banyak lapangan pekerjaan. Dengan adanya proyek ini, diharapkan ribuan tenaga kerja dapat terserap, terutama di daerah-daerah yang menjadi lokasi pengembangan DME. Selain itu, nilai tambah dari industri ini juga akan semakin meningkat, sehingga dapat memperkuat daya saing Indonesia di sektor energi.
Pemerintah optimistis bahwa dengan memanfaatkan sumber daya dalam negeri secara maksimal, proyek ini dapat berjalan sesuai rencana dan memberikan manfaat jangka panjang bagi perekonomian nasional. Hilirisasi DME yang dilakukan tanpa ketergantungan pada modal asing menunjukkan komitmen pemerintah dalam mewujudkan kemandirian energi, sekaligus mendorong pertumbuhan industri berbasis sumber daya alam yang lebih berkelanjutan.
