Seputarian – Kementerian Luar Negeri China menegaskan bahwa negaranya tetap berkomitmen untuk memainkan peran konstruktif dalam upaya penyelesaian krisis Ukraina melalui jalur politik. Pernyataan ini disampaikan setelah debat panas yang terjadi antara Presiden Amerika Serikat Donald Trump, Wakil Presiden JD Vance, dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy di Gedung Putih pada Jumat (28/2).
Dalam konferensi pers di Beijing pada Senin (3/3), Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Lin Jian, mengungkapkan bahwa pemerintahnya mengetahui adanya perdebatan tersebut. Lin Jian menambahkan bahwa China akan terus berupaya mencari solusi politik guna mewujudkan perdamaian dalam konflik Ukraina.
Sebelumnya, pertemuan antara Trump, Vance, dan Zelenskyy sebenarnya diharapkan menghasilkan kesepakatan penting terkait kerja sama antara Ukraina dan AS. Zelenskyy hadir di Gedung Putih dengan tujuan menandatangani perjanjian yang menyatakan kesediaan Ukraina untuk mengirimkan mineral logam tanah jarang ke Amerika Serikat. Kesepakatan ini dianggap sebagai bagian dari upaya Ukraina untuk mempertahankan dukungan AS dalam menghadapi agresi Rusia.
Namun, pertemuan tersebut tidak berjalan sesuai rencana. Pada awalnya, diskusi berlangsung dalam suasana yang tertib dan profesional. Akan tetapi, menjelang akhir, perdebatan sengit terjadi antara Zelenskyy dan Trump yang didukung oleh Vance.
Ketegangan dimulai ketika JD Vance melontarkan tuduhan bahwa Zelenskyy kurang menghargai bantuan yang telah diberikan AS kepada Ukraina. Tuduhan tersebut muncul sebagai respons atas pertanyaan Zelenskyy mengenai sikap Vance yang cenderung ingin membuka negosiasi dengan Rusia.
Vance kemudian mengungkapkan ketidaksenangannya terhadap sikap Zelenskyy yang dianggap tidak sopan karena mengajukan tuntutan secara terbuka di hadapan media Amerika. Pernyataan ini memicu respons dari Zelenskyy yang mempertanyakan apakah Vance pernah mengunjungi Ukraina dan melihat langsung kondisi yang terjadi di sana.
Jawaban Zelenskyy tampaknya membuat Vance semakin tersulut emosi. Ia menuduh Zelenskyy sedang menjalankan propaganda dan mempermainkan opini publik. Melihat situasi yang memanas, Trump pun turun tangan dan membela Vance.
Trump secara tegas menyatakan bahwa tindakan Zelenskyy dianggap sebagai bentuk ketidakhormatan terhadap Amerika Serikat. Ia juga menuduh Presiden Ukraina telah mempertaruhkan nyawa jutaan orang serta memperbesar potensi terjadinya Perang Dunia III. Ketegangan semakin meningkat ketika Trump secara refleks menepis lengan atas Zelenskyy saat keduanya terlibat adu argumen.
Usai pertemuan yang penuh ketegangan tersebut, Trump kemudian menyampaikan pandangannya melalui akun Truth Social miliknya. Ia menulis bahwa Zelenskyy bisa “kembali ketika siap untuk perdamaian,” mengisyaratkan bahwa negosiasi lebih lanjut akan bergantung pada kesiapan Ukraina untuk berdamai.
Tak lama setelah perdebatan itu, Zelenskyy secara tiba-tiba meninggalkan Gedung Putih tanpa mengikuti upacara penandatanganan kesepakatan mineral. Akibatnya, perjanjian yang sebelumnya direncanakan untuk disepakati pun batal.
Meskipun pertemuan di Gedung Putih berakhir tanpa kesepakatan, Zelenskyy tetap menegaskan bahwa Eropa akan bersatu dalam mewujudkan perdamaian sejati serta menjamin keamanan Ukraina. Pernyataan ini disampaikan setelah ia menghadiri KTT para pemimpin Eropa yang berlangsung di London pada Senin (3/3).
Dalam kesempatan yang sama, Perdana Menteri Inggris Keir Starmer juga mengumumkan pembentukan koalisi internasional yang terdiri dari negara-negara yang memiliki keinginan kuat untuk mencapai perdamaian di Ukraina. Langkah ini menegaskan bahwa meskipun dukungan AS terhadap Ukraina mulai dipertanyakan, Eropa masih berupaya mencari solusi terbaik bagi konflik yang sedang berlangsung.
Di tengah dinamika geopolitik yang terus berkembang, China tetap menyatakan posisinya sebagai negara yang netral dalam konflik ini. Lin Jian menegaskan kembali bahwa China tidak terlibat dalam penciptaan krisis Ukraina dan juga bukan bagian dari konflik tersebut. Meski demikian, pemerintahnya tetap berkomitmen untuk mendukung segala upaya yang dapat mempercepat penyelesaian krisis secara damai dan berkelanjutan.
Harapan China adalah agar semua pihak yang terlibat dapat menemukan solusi yang mempertimbangkan kepentingan masing-masing. Dengan pendekatan diplomatik yang terus diupayakan, China berharap bahwa krisis yang berkepanjangan ini dapat segera mencapai titik terang tanpa harus memperburuk kondisi global yang sudah kompleks.
