Seputarian – Pada perdagangan Selasa pagi, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) dibuka melemah mengikuti tren negatif yang terjadi di pasar saham Asia dan global. Pelemahan ini terjadi di tengah berbagai faktor eksternal yang memengaruhi pergerakan pasar keuangan domestik. IHSG mengalami penurunan sebesar 44,57 poin atau 0,68 persen ke posisi 6.475,09. Indeks saham unggulan, LQ45, juga melemah sebesar 6,09 poin atau 0,83 persen sehingga berada di level 731,68.
Tim Riset Lotus Andalan Sekuritas dalam kajiannya menyampaikan bahwa IHSG masih berpotensi melanjutkan penguatan dalam perdagangan hari itu. Namun, tekanan dari kondisi ekonomi global dan regional tetap menjadi faktor yang perlu diperhatikan oleh para pelaku pasar.
Sementara itu, Indeks Harga Konsumen (IHK) Indonesia mencatatkan deflasi sebesar 0,09 persen secara tahunan (yoy) pada Februari 2025. Penurunan ini cukup mengejutkan karena berlawanan dengan kenaikan 0,76 persen pada Januari dan meleset dari perkiraan pasar yang memproyeksikan kenaikan sebesar 0,41 persen. Deflasi ini menjadi yang pertama sejak Maret 2000 dan dipicu oleh anjloknya harga perumahan sebesar 12,08 persen. Penurunan harga di sektor ini terjadi akibat adanya diskon tarif listrik sebesar 50 persen yang diterapkan selama dua bulan pertama 2025. Kondisi tersebut menandakan adanya tekanan terhadap konsumsi rumah tangga yang berpotensi memengaruhi laju pertumbuhan ekonomi nasional.
Di bursa saham Eropa, pasar mengalami lonjakan ke rekor tertinggi pada perdagangan Senin (3/3). Saham sektor pertahanan menjadi pendorong utama kenaikan ini seiring meningkatnya ekspektasi belanja militer di kawasan tersebut. Indeks STOXX 600 mencatatkan kenaikan sebesar 1,07 persen menjadi 563,13, memperpanjang tren positifnya selama 10 pekan berturut-turut. Indeks utama lainnya juga menunjukkan penguatan, seperti DAX Jerman yang melonjak 2,64 persen ke posisi 23.147,02, FTSE 100 Inggris yang menguat 0,70 persen ke level 8.871,31, serta CAC Prancis yang naik 1,09 persen ke 8.199,71.
Di sisi lain, bursa saham Amerika Serikat justru mengalami kejatuhan tajam setelah Presiden Donald Trump mengumumkan kebijakan tarif impor sebesar 25 persen terhadap Kanada dan Meksiko. Pengumuman ini memicu reaksi negatif di pasar keuangan, menyebabkan indeks S&P 500 mencatatkan penurunan harian terbesar sejak 18 Desember. Dow Jones Industrial Average merosot 649,67 poin atau 1,48 persen ke level 43.191,24. S&P 500 turun 104,78 poin atau 1,76 persen menjadi 5.849,72, sementara Nasdaq Composite Index anjlok 497,09 poin atau 2,64 persen hingga mencapai 18.350,19.
Di kawasan Asia, pergerakan bursa saham menunjukkan hasil yang beragam. Indeks Nikkei Jepang mencatatkan penurunan signifikan sebesar 748,16 poin atau 1,98 persen ke level 37.037,31. Namun, di Tiongkok, indeks Shanghai justru menguat sebesar 6,49 poin atau 0,20 persen ke posisi 3.310,44. Beberapa bursa saham di Asia Tenggara juga mengalami penguatan, seperti indeks Kuala Lumpur yang naik 10,70 poin atau 0,68 persen ke posisi 1.560,69 serta indeks Straits Times Singapura yang menguat 10,70 poin atau 0,27 persen ke level 3.898,22.
Kondisi pasar yang masih penuh ketidakpastian membuat investor diharapkan lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan investasi. Sentimen global yang dipengaruhi oleh kebijakan perdagangan Amerika Serikat, tekanan deflasi domestik, serta pergerakan pasar saham dunia dapat memberikan dampak signifikan terhadap arah pergerakan IHSG ke depannya. Dengan dinamika ekonomi yang terus berkembang, para pelaku pasar diharapkan tetap mencermati berbagai indikator ekonomi dan kebijakan yang dapat memengaruhi stabilitas pasar keuangan.
