Seputarian

Media Fakta Tebaru

Kasus HIV di Batam Capai 61 Kasus Awal Tahun 2025, Dinkes Tingkatkan Upaya Deteksi Dini

Dinas Kesehatan Batam temukan 61 kasus HIV

Seputarian – Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Batam, Kepulauan Riau, mencatat lonjakan kasus Human Immunodeficiency Virus (HIV) pada awal tahun 2025. Melalui program skrining yang telah dilakukan sejak Januari, ditemukan sebanyak 61 kasus positif dari total 803 orang yang telah menjalani pemeriksaan.

Kepala Dinkes Batam, Didi Kusmarjadi, menyampaikan bahwa dari total kasus yang terdeteksi, sebanyak 47 kasus dialami oleh laki-laki, sementara 14 lainnya ditemukan pada perempuan. Ia menegaskan bahwa upaya deteksi dini akan terus digencarkan di tahun ini dengan target skrining yang meningkat secara signifikan.

Target skrining HIV untuk tahun 2025 ditetapkan mencapai 15.868 orang, jumlah yang lebih besar dibandingkan dengan capaian target di tahun sebelumnya yang hanya mencapai 15.060 orang. Didi menjelaskan bahwa peningkatan target ini merupakan bentuk komitmen pemerintah daerah untuk mempercepat deteksi dini, sehingga penanganan kasus dapat dilakukan lebih cepat dan lebih efektif.

Kasus HIV yang terdeteksi pada awal tahun ini tersebar di berbagai kelompok usia. Data menunjukkan bahwa kelompok usia 25-49 tahun menjadi yang paling terdampak, dengan 41 kasus yang tercatat. Sementara itu, 11 kasus ditemukan pada kelompok usia 20-24 tahun, tujuh kasus pada individu berusia di atas 50 tahun, dan dua kasus lainnya terdeteksi pada kelompok usia 15-19 tahun.

Dalam rangka menekan angka penyebaran HIV/AIDS, Dinas Kesehatan Batam menjalankan berbagai program pencegahan dan penanganan, salah satunya melalui pemberian Pre-Exposure Prophylaxis (PrEP) serta terapi Antiretroviral (ARV). Kedua program ini telah diakui secara medis sebagai upaya efektif untuk mengurangi risiko penularan HIV dan mengendalikan reproduksi virus pada individu yang telah terinfeksi.

PrEP merupakan obat pencegahan yang diberikan kepada individu dengan risiko tinggi terinfeksi HIV, seperti pekerja seks komersial (PSK) dan pengguna narkoba suntik. Obat ini dapat memberikan perlindungan maksimal setelah dikonsumsi selama tujuh hari bagi individu yang berisiko terinfeksi melalui hubungan seks anal, serta selama 20 hari bagi mereka yang berisiko melalui hubungan seks vaginal atau penggunaan jarum suntik.

Selain itu, terapi ARV difokuskan pada individu yang telah terdiagnosis HIV. Terapi ini berfungsi untuk menghambat perkembangan virus di dalam tubuh sekaligus menjaga sistem kekebalan tubuh tetap stabil. Didi menegaskan bahwa efektivitas pengobatan ini bergantung pada kedisiplinan penderita dalam mengonsumsi obat secara rutin sesuai anjuran tenaga medis.

Menurut Didi, keberadaan program PrEP dan ARV diharapkan mampu menekan jumlah kasus HIV secara signifikan. Ia menambahkan bahwa semakin banyak orang yang menjalani skrining, semakin besar pula peluang untuk melakukan deteksi dini, sehingga pengobatan dapat segera diberikan kepada mereka yang terinfeksi.

Dinas Kesehatan Batam juga terus menggencarkan edukasi kepada masyarakat mengenai pentingnya deteksi dini HIV dan manfaat dari pengobatan yang tepat. Penyuluhan dilakukan di berbagai wilayah, terutama pada kelompok populasi dengan risiko tinggi, seperti komunitas pengguna narkoba suntik, pekerja seks komersial, serta individu yang memiliki pasangan seksual berganti-ganti.

Selain itu, Dinkes Batam berencana meningkatkan akses masyarakat terhadap layanan kesehatan, termasuk memperluas cakupan fasilitas kesehatan yang menyediakan layanan skrining dan pengobatan HIV/AIDS. Dengan akses yang lebih mudah, diharapkan lebih banyak individu akan terdorong untuk melakukan pemeriksaan rutin, sehingga angka infeksi baru dapat ditekan.

Sejalan dengan upaya ini, pemerintah daerah juga menggandeng berbagai organisasi non-pemerintah (NGO) yang fokus pada penanggulangan HIV/AIDS. Kolaborasi ini ditujukan untuk memperluas jangkauan program edukasi dan memberikan dukungan psikologis serta sosial bagi para pengidap HIV/AIDS.

Didi Kusmarjadi menegaskan bahwa upaya pemerintah untuk mengatasi penyebaran HIV/AIDS tidak hanya berfokus pada aspek medis, tetapi juga pada pemberdayaan sosial. Dengan dukungan berbagai pihak, diharapkan stigma negatif terhadap pengidap HIV dapat berkurang, sehingga mereka bisa mendapatkan hak atas pelayanan kesehatan yang layak tanpa diskriminasi.

Dengan berbagai program yang telah dijalankan dan peningkatan target skrining di tahun 2025, Dinas Kesehatan Batam optimis bahwa angka penyebaran HIV dapat ditekan secara signifikan. Deteksi dini, pengobatan yang konsisten, serta dukungan sosial yang memadai menjadi kunci utama dalam menghadapi tantangan ini.

Melalui komitmen yang kuat dan kolaborasi yang solid, diharapkan Batam dapat menjadi contoh bagi daerah lain dalam upaya mengendalikan penyebaran HIV/AIDS, sekaligus membangun kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kesehatan diri dan lingkungan sekitar.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *