Seputarian – Pascabanjir yang melanda Sungai Ciliwung di wilayah Cisarua, Bogor, berbagai langkah penanganan telah dirancang agar dampak bencana dapat segera diminimalisir. Wakil Menteri Pekerjaan Umum (Wamen PU) Diana Kusumastuti menekankan bahwa koordinasi lintas sektoral antara Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Pemerintah Kabupaten Bogor, serta pihak terkait lainnya harus segera dilakukan guna mempercepat proses pemulihan. Salah satu langkah utama yang direncanakan adalah relokasi warga yang masih bermukim di badan sungai.
Diana Kusumastuti menjelaskan bahwa terdapat enam jembatan yang mengalami kerusakan parah akibat banjir. Selain itu, ia menyoroti pentingnya perencanaan infrastruktur yang sesuai dengan kondisi alam, terutama dalam pembangunan jembatan di atas aliran sungai. Menurutnya, setiap pembangunan jembatan yang melintasi sungai sebaiknya mendapat rekomendasi teknis terlebih dahulu dari Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian PU. Hal ini dikarenakan banyaknya jembatan yang justru menghambat aliran air, sehingga memperburuk dampak banjir yang terjadi.
Bencana yang terjadi akibat curah hujan tinggi ini telah menyebabkan banjir bandang, merendam permukiman warga, dan merusak akses jalan utama. Diana Kusumastuti mengungkapkan keprihatinannya terhadap kondisi masyarakat yang terdampak bencana, baik mereka yang masih berada di pengungsian maupun yang sudah kembali ke rumah. Ia juga menegaskan bahwa tinggal di bantaran sungai akan meningkatkan risiko bencana, sebab kondisi tersebut membuat badan sungai menjadi lebih sempit, sehingga air lebih mudah meluap saat debitnya meningkat.
Dari hasil tinjauan di lapangan, terlihat bahwa Sungai Ciliwung yang sebelumnya memiliki lebar cukup besar kini semakin menyempit akibat banyaknya rumah yang berdiri di sepanjang bantaran sungai. Oleh karena itu, masyarakat diimbau untuk tidak mendirikan atau menempati bangunan di kawasan tersebut demi mengurangi potensi risiko bencana di masa depan.
Dalam kunjungannya, Diana Kusumastuti juga meninjau beberapa lokasi yang terdampak banjir, termasuk pengungsian di Desa Tugu, Cisarua, serta Jembatan Hankam yang mengalami kerusakan parah. Jembatan ini berada di jalur utama yang menghubungkan Desa Lewimalang dan Jogjogan, sehingga kerusakannya berdampak besar terhadap mobilitas warga sekitar.
Selain itu, ia juga melakukan pengecekan terhadap Bendungan Kering (Dry Dam) Ciawi, yang terletak di hilir lokasi banjir. Bendungan ini dirancang untuk menampung hingga 6,05 juta meter kubik air dengan luas genangan 39,40 hektare. Dengan kapasitas tersebut, bendungan ini mampu mengurangi debit air sekitar 111,75 meter kubik per detik sebelum mencapai Jakarta. Aliran air dari Gunung Gede dan Gunung Pangrango akan terlebih dahulu tertahan di bendungan ini sebelum akhirnya mengalir ke Bendung Katulampa dan Sungai Ciliwung.
Bencana banjir yang terjadi di wilayah Puncak Bogor ini menunjukkan betapa pentingnya pengelolaan daerah aliran sungai secara lebih sistematis. Pemerintah terus berupaya menyiapkan langkah-langkah strategis untuk mencegah kejadian serupa di masa mendatang. Selain memperbaiki infrastruktur yang rusak, evaluasi terhadap kebijakan tata ruang dan mitigasi bencana juga akan terus dilakukan.
Dengan adanya relokasi warga, perbaikan jembatan, serta optimalisasi fungsi bendungan, diharapkan risiko bencana banjir dapat ditekan secara signifikan. Pemerintah bersama masyarakat perlu bekerja sama untuk menjaga kelestarian lingkungan agar bencana serupa tidak terus berulang.
