Seputarian – Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri tengah mendalami dugaan bahwa sejumlah Sertifikat Hak Milik (SHM) yang berada di kawasan pagar laut Desa Segarajaya, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, telah dijadikan jaminan di beberapa bank swasta. Informasi ini didapatkan saat penyelidikan berlangsung, di mana ditemukan indikasi bahwa sertifikat tersebut telah diagunkan.
Meski identitas pihak yang diduga terlibat belum diungkapkan, ada dugaan bahwa mereka telah memperoleh keuntungan dari tindakan ini. Proses penyelidikan terus dilakukan agar status kasus ini dapat segera meningkat ke tahap penyidikan dan memungkinkan tindakan hukum yang lebih lanjut.
Dalam proses pengungkapan kasus ini, penyidik telah memeriksa 19 saksi yang terdiri dari berbagai pihak, termasuk pegawai Kantor Pertanahan Kabupaten Bekasi, perangkat RT/RW setempat, mantan Kepala Desa Segarajaya, serta Abdul Rosyid yang saat ini menjabat sebagai kepala desa. Selain itu, tim penyidik juga telah turun langsung ke lokasi pagar laut di Desa Segarajaya untuk mengecek kondisi fisik area yang menjadi objek sengketa. Langkah ini dilakukan guna memastikan bahwa perubahan data dalam sertifikat benar-benar terjadi dan untuk mengetahui sejauh mana dampaknya.
Sebagai bagian dari penyelidikan, sejumlah kementerian dan instansi pemerintah juga akan dimintai keterangan terkait penerbitan sertifikat kepada masyarakat. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui prosedur administrasi yang dilakukan serta memastikan adanya ketidaksesuaian dalam penerbitan SHM.
Dittipidum Bareskrim Polri menemukan dugaan pemalsuan dokumen dalam penerbitan 93 SHM di Desa Segarajaya pada tahun 2022. Kasus ini mencuat setelah Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) melaporkan adanya indikasi pemalsuan surat serta penyalahgunaan data dalam dokumen otentik. Laporan tersebut telah didaftarkan dengan nomor LPB/64/2/2025 SPKT/BARESKRIM POLRI.
Penyelidikan lebih lanjut mengungkap bahwa modus operandi yang digunakan melibatkan pengubahan data dalam sertifikat. Tidak hanya identitas pemegang hak yang diubah, tetapi juga informasi mengenai lokasi dan luas tanah. Dugaan yang muncul menyebutkan bahwa pemegang hak yang sah dalam SHM telah digantikan dengan nama baru yang tidak memiliki legalitas. Selain itu, lokasi tanah yang sebelumnya berada di darat diubah menjadi wilayah laut, dengan luas yang lebih besar dari ukuran sebenarnya.
Data menunjukkan bahwa luas tanah dalam sertifikat mengalami perubahan signifikan setelah revisi terhadap koordinat serta nama pemiliknya dilakukan. Pergeseran lokasi yang awalnya berada di daratan kini dinyatakan berada di perairan dengan ukuran yang jauh lebih luas. Revisi ini diduga dijadikan alasan untuk memperluas kepemilikan tanah secara ilegal dan memberikan celah bagi pihak tertentu untuk memperoleh keuntungan.
Untuk mengusut kasus ini lebih lanjut, Bareskrim Polri akan terus mengumpulkan informasi dari berbagai pihak, termasuk lembaga pemerintah yang terkait dengan penerbitan sertifikat tanah. Pemeriksaan terhadap dokumen resmi akan dilakukan guna mengungkap siapa saja yang terlibat dalam dugaan pemalsuan ini.
Diharapkan dengan adanya pengungkapan kasus ini, praktik penyalahgunaan sertifikat tanah dapat dicegah, sehingga kepastian hukum bagi masyarakat tetap terjamin. Langkah hukum akan terus ditempuh agar para pelaku yang terlibat dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Leave a Reply